Lagi lagi menunggu lagi
Tak lebih asik dari mendapat pohon berduri
Pagi ini hanya mentari yang menyapa sunyi
Bukan tempat ini
Bukan sesak di dada ini
Bukan juga jumlah makhluk di sini
Tapi senyum yang tak kembali
Puncak emas itu sampai memudar
Murung yang disembunyikan
Cahanya hanya keluar
Teringkar dalam lingkar
Dalam topeng perias wajah asli mereka
Apalagi yang kau sangkal?
Tapi justru hal itu yang membuat tiap kurva tempat ini sesuai dengan sebutannya,
Tempat yang dicintai masyarakatnya
Tempat mendua dari cinta yang lainnya
Karena belum tentu yang kau tak tahu tak baik untukmu
Belum tentu mereka bertanduk di kepala
Tapi siapa yang tau mereka bertanduk di telapak kakinya
Indah karena ini pertunjukkan drama
Menyeramkan karena ini realita
Semua bisa berlaku kebalikan
Hanya saja kau harus menggali untuk peti harta
Diamlah sebentar
Sebentar saja
Rasakan
Kembali, aku hanya menunggu di sini.
(Jakarta, 2015)
Friday 9 October 2015
Friday 18 September 2015
Cahaya dari Tenggara
Pagi ini Raja Penerang masih dalam perjalanan
Menuju hari yang menunggu
Kesatria Malam juga masih menunggu entah dimana
Mungkin di belahan yang lainnya
Hawa dingin masih memelukku
Cukup erat untuk dilepaskan
Saat aku akan menuju antara Barat dan Barat Laut
Dari Tenggara ada yang menatapku
Matanya membekukankuku dari jarak waktu cahaya
Memperhatikanku sampai habis saatnya
Saat aku dan mata dari Tenggara memadu kasih tanpa ada kata
Sang timur menggoda dengan tarian sayatannya
Mencoba mengambil langkah di antara
Tapi tanpa tahu esok akan kembali
Di sini hanya ada kiblat, wanita sang perantara, dan mata dari Tenggara
Menuju hari yang menunggu
Kesatria Malam juga masih menunggu entah dimana
Mungkin di belahan yang lainnya
Hawa dingin masih memelukku
Cukup erat untuk dilepaskan
Saat aku akan menuju antara Barat dan Barat Laut
Dari Tenggara ada yang menatapku
Matanya membekukankuku dari jarak waktu cahaya
Memperhatikanku sampai habis saatnya
Saat aku dan mata dari Tenggara memadu kasih tanpa ada kata
Sang timur menggoda dengan tarian sayatannya
Mencoba mengambil langkah di antara
Tapi tanpa tahu esok akan kembali
Di sini hanya ada kiblat, wanita sang perantara, dan mata dari Tenggara
Sunday 9 August 2015
2 "Cerita Melihat Kedepan"
Ku di bawah awan hitam
Tak pernah sebaik ini, meneduhkan
dari kesedihan yang mendalam
Ku temukan pohon tumbang
Tak pernah sebaik ini, ku jadikan
sampan untuk menyebrang lautan
ke pulau impian
Ku hias dengan asa yang dalam
Senandung elegi melodi
Menyatu di perjalanan masa depan
semua bercampur jadi satu
Menyatu dari kalbu sampai batu
Terakhir....
Tak pernah sebaik ini, meneduhkan
dari kesedihan yang mendalam
Ku temukan pohon tumbang
Tak pernah sebaik ini, ku jadikan
sampan untuk menyebrang lautan
ke pulau impian
Ku hias dengan asa yang dalam
Senandung elegi melodi
Menyatu di perjalanan masa depan
semua bercampur jadi satu
Menyatu dari kalbu sampai batu
Terakhir....
Gelitikan Memori
Jangan belai aku dalam kenangan
Hati mulai lelah merasa resah
Cukup semua cakap pelikan yang terdengar
Jangan jantung yang berdebar
Kemarin sebelum matahari terbenam
tak kusangka akan melihat bola
mata yang menyeret cerita dalam benak
Tapi siapalah aku sekarang
Mungkin hanya lembaran tersisih untuk
dibaca di masa depan
Atau aku hanya luka bakar yang ditutup
karena susah dihilangkan?
Mungkin yang lainnya
Tapi, siapa aku sebenarnya?
Saat dihadapanmu
Atau saat tidak
Bolehkah aku mencari tahu?
Hati mulai lelah merasa resah
Cukup semua cakap pelikan yang terdengar
Jangan jantung yang berdebar
Kemarin sebelum matahari terbenam
tak kusangka akan melihat bola
mata yang menyeret cerita dalam benak
Tapi siapalah aku sekarang
Mungkin hanya lembaran tersisih untuk
dibaca di masa depan
Atau aku hanya luka bakar yang ditutup
karena susah dihilangkan?
Mungkin yang lainnya
Tapi, siapa aku sebenarnya?
Saat dihadapanmu
Atau saat tidak
Bolehkah aku mencari tahu?
Friday 5 December 2014
Bintang di Bumi Kemampuan
Derpa bilangan santer terdengar
Gejolak Bintang tak bisa tuk sama
Tambahan terlaksana tanpa seimbang disini-sana
Berkobar rasa di sebelah tangan yang digenggam erat walau ocehan seperti burung camar di Lautan Australia
Degub jantug bisa saja tetap tenang saat pelototan 20 centi meter di depan mata yang tetap tenang bagai Tembok Berlin yang dihancurkan untuk persatuan
Pikiran ingin keluar tapi tak ada tindakan selain menahan untuk meluapkan kata dan emosi atas kepalsuan emosi dan kata yang dibilang pelatihan walau hanya akan jadi celotehan, dicemooh yang terlihat seperti harga gelombang cinta yang dijatuhkan dari Puncak Emas Monas
Mungkin seperti mencari ujung pelangi dibulan Juli
Tanpa keajaiban, putus asa yang didapat
Tapi, tak mau!
Tukik pun tetap ke lepas lautan tanpa tau kemampuan
Insting, aku butuh insting
Hap hap
Pikiran butuh sedikit rehat dengan perlindungan yang mengembang di pohon kehidupan selagi bantuan belum datang
Ini yang menyenangkan
Sendirian mendengar dan meihat angin dari bayangan
Disediakan lahan lagi hamparan rerumputan yang terngiang
Rehat!
Bantuan datang, ya, ketenangan tanpa buah pikiran yang melompat bagai domba domba dalam cerita luar yang datang sebagai magnet mimpi di pelataran kehidupan
Tapi inilah yang perlu dipahami
Masa sulit terlihat bagai bakal bunga di pancaroba
Tutup mata, jalani dahulu
Gejolak Bintang tak bisa tuk sama
Tambahan terlaksana tanpa seimbang disini-sana
Berkobar rasa di sebelah tangan yang digenggam erat walau ocehan seperti burung camar di Lautan Australia
Degub jantug bisa saja tetap tenang saat pelototan 20 centi meter di depan mata yang tetap tenang bagai Tembok Berlin yang dihancurkan untuk persatuan
Pikiran ingin keluar tapi tak ada tindakan selain menahan untuk meluapkan kata dan emosi atas kepalsuan emosi dan kata yang dibilang pelatihan walau hanya akan jadi celotehan, dicemooh yang terlihat seperti harga gelombang cinta yang dijatuhkan dari Puncak Emas Monas
Mungkin seperti mencari ujung pelangi dibulan Juli
Tanpa keajaiban, putus asa yang didapat
Tapi, tak mau!
Tukik pun tetap ke lepas lautan tanpa tau kemampuan
Insting, aku butuh insting
Hap hap
Pikiran butuh sedikit rehat dengan perlindungan yang mengembang di pohon kehidupan selagi bantuan belum datang
Ini yang menyenangkan
Sendirian mendengar dan meihat angin dari bayangan
Disediakan lahan lagi hamparan rerumputan yang terngiang
Rehat!
Bantuan datang, ya, ketenangan tanpa buah pikiran yang melompat bagai domba domba dalam cerita luar yang datang sebagai magnet mimpi di pelataran kehidupan
Tapi inilah yang perlu dipahami
Masa sulit terlihat bagai bakal bunga di pancaroba
Tutup mata, jalani dahulu
Thursday 3 July 2014
1 "Akan Masa Depan"
Ku dibawah awan hitam
Tak pernah sebaik ini,
Meneduhkan dari kesedihan yang mencakar
Ku temukan pohon tumbang
Tak pernah sebaik ini,
Kujadikan sampan tuk menyebrang lautan kepulau impian
Yang berhias dengan asa terpancar
Senandung, elegi, melodi
Menyatu diperjalanan masa depan
Teracak semua jadi satu
Menyatu dari kalbu sampai batu...
Terakhir.
Tak pernah sebaik ini,
Meneduhkan dari kesedihan yang mencakar
Ku temukan pohon tumbang
Tak pernah sebaik ini,
Kujadikan sampan tuk menyebrang lautan kepulau impian
Yang berhias dengan asa terpancar
Senandung, elegi, melodi
Menyatu diperjalanan masa depan
Teracak semua jadi satu
Menyatu dari kalbu sampai batu...
Terakhir.
Sunday 27 April 2014
Salah Bisa Relatif
Di suatu sisi saat merah kalah dengan abu-abu
Engkau disana, dimana mata dan rongga dada berkontraksi
Membuat yang lain menepi
Menyilakan para penyair dengan kaki tak menyentuh bumi
Mendayu-dayu di keramaian bergetar
Membuatku jadi guncar
Terlupa untuk mengejar
Angin yang mendampingi angan
Otak besar otak kecil
Sumsum lanjutan sumsum tulang belakang
Berpakaian gagah dalam pikiran
Harapan tingkat nasional
Dengan berpikir personal
Hampa bukan kenyataan
Bila kau berpikir rasional
Mendekatlah
Kemari cepat!
Waktu tak rehat
Sayang
Sayang
Sayang
Keberuntungan
Sayang
Engkau disana, dimana mata dan rongga dada berkontraksi
Membuat yang lain menepi
Menyilakan para penyair dengan kaki tak menyentuh bumi
Mendayu-dayu di keramaian bergetar
Membuatku jadi guncar
Terlupa untuk mengejar
Angin yang mendampingi angan
Otak besar otak kecil
Sumsum lanjutan sumsum tulang belakang
Berpakaian gagah dalam pikiran
Harapan tingkat nasional
Dengan berpikir personal
Hampa bukan kenyataan
Bila kau berpikir rasional
Mendekatlah
Kemari cepat!
Waktu tak rehat
Sayang
Sayang
Sayang
Keberuntungan
Sayang
Subscribe to:
Posts (Atom)